PENDIDIKAN MORALITAS
Sebagai sikap Responsif Terhadap era Globalisasi
Oleh: Abdus Salim*
Problem dalam pendidikan, maka tidak lain masalah kemanusiaan (humanisme). Salah menerapkan sistem pendidikan akan berakibat fatal terhadap persolan humanisme, maka persoalan pendidikan menjadi persoalan yang penting dari pada yang penting. Orang menjadi bengis, jahat, miskin bahkan koruptor pun tak luput dari persolaan pendidikan. Perlu sikap mengkoreksi-ulang sistem dan metodologi pendidikan yang kita terapkan pasti ada sesuatu hal yang salah dengan pendidikan kita, mulai dari kurikulumnya, materi yang di berikan kepada siswa atau bahkan gurunya yang bermasalah. Tegasnya sebuah tuntutan pasti, bagi segenap para pelaku pendidikan termasuk guru sebagai profesi pendidik yang mempunyai cukup strategis serta paling dominan dalam membentuk karakter anak didik dan pemerintah selaku sebagai subjek pengelola, menjadikan pendidikan semakin lebih baik. Urgenisitas pendidikan sangat jelas dari berbagai aspek sisi kehidupan, membangun pendidikan yang benar berarti membangun peradaban dunia. Menilik problem dalam pendidikan seabrek persoalan hari semakian menumpuk di akhir penghujung tahun 2007 berbagai cerita memilukan di berbagai daerah tempat mendidik, terjadi berbagai kekerasan fisik lebih-lebih kekerasan phisikis sesuatu hal yang lumrah. Sekolah tidak lagi menjadi tempat aman bagi siswa dari ketidak ramahan guru dan lagi –lagi siswa (anak didik) di tuntut untuk mengikuti kehendak guru di paksa mengerjakan PR, menjadi guru di mata siswa menjadi sosok monster menakutkan yang sewaktu-waktu dapat menggelisahkan siswa guru tidak lagi menjadi teman yang baik untuk mengembangkan potensi siswa, sehingga berimplikasi kepada terdidiknya mentalitas siswa yang rapuh , sehingga talenta individu anak didik tidak dapat di maksimalkan lagi secara utuh.
Pendidikan yang berbasis kekerasan tidak lagi efektif dalalm meningkatkan kecerdasan, walaupun itu efektif di ranah kedisiplinan, tetapi perlu banyak pertimbangan dalam efektifnya jiwa dalam perkembangan siswa. Tugas guru sebenarnya hanya menfasilitasi, menganyomi, membimbing dan bukan membentuk karakter anak didik menjadi karakter diluar dirinya sehingga dirinya akan menjadi asing.Tingkat kenakalan siswa (anak didik) serta terjadinya dekadensi moral, siswa mulai kekeringan etika dan pengetahuan agama, menjadi tugas majemuk masyarakat untuk mengatasi problem kenakalan tersebut, tetapi lembaga yang paling urgen adalah lembaga pendidikan. Di sekolah tidak hanya siswa di tuntut terus menerus mengasah kecerdasan intelektual, tetapi siswa harus di latih kepekaan nuraninya dan pendidikan akal budi. Misalkan dengan memberi porsi materi agama lebih banyak atau paling tidak sama dengan materi lain, sehingga materi agama tidak lagi di anggap sebagai materi kedua yang selama ini di anak tirikan, kalau di tataran praktis siswa di ajari bagaimana menghargai orang lain, membantu masyarakat di sekitar sekolah yang mangalami musibah, pada intinya mengajari kepekaan terhadap yang terjadi di dunia riil.
Akar persolan bangsa ini dapat di pastikan produk dari aplikatifnya sistem pendidikan yang salah, kenapa dekadensi moral tidak dapat di bendung dan kenapa koruptor terus merajalela?, jawabanya karena tidak punya cukup bekal untuk pendidikan nuraninya, di masa sekolah , kalau selama ini pemerintah hanya cenderung memberantas korupsi pada para pelakunya makan jangan heran korupsi tidak akan pernah musnah, tetapi kalau misalkan pemeritah dengan tegas dan lugas. Tentunya menyadari/ memperbaiki sistem pendidikan kita, karena faktor itulah yang paling fudemental dan paling efektif untuk mencetak manusia yang berakadaban serta berhati nurani. Dapat di pastikan kondisi negara terbelakang seperti fasilitas umum masih minim, tingkat kemiskinan terus melonjak, tingkat pengangguran terus menigkat akibat dari pendidikan yang masih amburadul. Masyarakat masih jauh dari mencerdaskan, malah sebaliknya masyarakat semakin terbodohkan. Jadi kesimpulannya pemerintah tidak boleh tidak harus memprioritaskan lembaga pendidikan dari pada membangun fisik, tetapi tetap saja masyarakat tidak tercerdaskan menjadi konsumerisme tetap mengakar di ranah kehidupan bangsa ini.
Masalah terus silih berganti, masalah yang satu masih belum terselesaikan muncul persolan baru yang tidak kalah pelitnya dari persolan yang datang terlebih dahulu. Menjadikan masalah tetap terkontrol adalah pekerjaan yang tidak mudah bagi kita semua, maka kit ahrus menenguk kebelakang terhadap para pel
*Penulis adalah Santri PP. Annuqayah Latee Guluk-guluk Sumenep Madura, sekaligus Mahasiswa STIK-Annuqayah Konsentrasi pada Jurusan Mumalah.
0 komentar:
Posting Komentar