BAB 1
PENDAHULUAN
Oleh: Abdus Salim
A. Latar Belakang MasalahPENDAHULUAN
Oleh: Abdus Salim
Syari’at Islam bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadits. Dimana kedua sumber ini menjadi rujukan dalam setiap istinbat hukum untuk menjawab sejumlah persoalan yang muncul dikemudian hari, pada kondisi dan situasi tertentu, lebih dari itu kedua sumber ajaran Islam ini menjadi pandangan hidup (way of life) bagi umat muslim di saentero jagat raya dalam mengatasi peliknya problematik yang mereka hadapi, bahkan syariat Islam mengikat aktifitas umat manusia di dunia, dengan menjadikan al-Qur’an dan al Hadits menjadi Undang-undang dasar dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan hidup dunia dan akhirat.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk religius (religion animal) dan terdapat pula unsur economic animal untuk mempertahankan hidup demi masa depan kehidupannya. Maka, tuntutan datang dengan sendiri, insting untuk terus mencari, mendistribusi, memproduksi dan menkonsumsi, dimana dari aktifitas ini menghasilkan konsekuensi logis interaksi sosial (social animal) yang menuntut untuk saling melengkapi dan tolong menolong demi mengusung misi yang sama yaitu demi keberlangsungan hidup.
Agar supaya aktifitas muamalah tersebut berjalan secara fairness, Islam pun memiliki aturan etika bisnis agar supaya terkonstruk sebuah aktifitas perekomian yang berada dalam landasan etika Islam. Adapun makna etika menurut Hadimulyo, etika bisnis dalam perspektif Islam adalah penerapan prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam dunia bisnis. Contoh yang paling jelas adalah ajaran mengenai larangan mengurangi timbangan yang menunjukkan prinsip kejujuran dan hal ini telah dipraktekkan oleh Rasulullah sendiri ketika berbisnis.
M. Quraish Shihab menegaskan bahwa ungkapan al Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutan dalam segala aspek kehidupan sering kali menggunakan istilah-istilah yang dikenal oleh dunia bisnis. Oleh karena itu, al Qur’an banyak menggariskan dasar-dasar bisnis seperti larangan menganiaya dalam bisnis. Sebagaimana dalam al Qur’an;
Artinya:
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
(QS. al Baqarah (2): 279).
Selain itu, ditegaskan pula prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu eksistensi amal yang mempunyai visi ke depan, kejujuran, keramah-tamahan, penawaran yang jujur, tidak dibenarkannya monopoli, tegas dan adil dalam timbangan, dan lain-lain.
Dengan maksud segala aturan yang Allah Swt turunkan dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Komitmen Islam yang demikian mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan menyebabkan konsep kesejateraan (falah) bagi semua umat manusia sebagai suatu tujuan pokok Islam.
Seorang Para Fuqaha asal Mesir yakni Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada 3 sasaran hukum Islam yang menunjukkan Syariat Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. 3 sasaran itu antara lain :
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).
Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas meliputi 5 jaminan dasar, yakni :
1. Keselamatan keyakinan agama (al-din)
2. Keselamatan jiwa (al-nafs)
3. Keselamatan akal (al-aql)
4. Keselamatan keluarga dan keturunan (al-nafsl)
5. Keselamatan harta benda (al-mal)
Tampak jelas bahwa ekonomi konvensional tidak memberi tempat pada keimanan (diin), sementara kehidupan, akal dan keturunan, sekalipun dianggap penting, hanya dianggap sebagai variabel eksogenous sehingga tidak mendapat perhatian yang memadai. Dalam ekonomi Islam, keimanan ditempatkan pada urutan pertama karena keimanan berpengaruh signifikan terhadap hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi dan psikologi dan juga cara memuaskannya. Harta benda ditempatkan pada tujuan terakhir bukan karena dianggap tidak penting, melainkan bahwa kemampuan harta dalam mewujudkan kebahagiaan manusia akan sangat bergantung dari manusia itu sendiri. Dengan kata lain, harta saja sebagai benda tidak dengan sendirinya mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia.
Diri, akal dan keturunan berkaitan erat dengan manusia itu sendiri, sehingga kebahagiannya menjadi tujuan utama syari’at. Dengan memasukkan diri manusia, akal dan keturunannya akan memungkinkan terciptanya suatu pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia, sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh ilmu ekonomi konvensional yang memberikan kesakralan yang berlebih-lebihan pada pasar dan hasil-hasilnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa selama kegiatan muamalah itu tidak bertentangan dan tidak merusak kelima faktor yang menjadi prioritas utama dalam Islam, maka aktifitas tersebut mendapat mandat dan legitimasi untuk terus dilakukan tanpa ada yang mengganggu dan menghalanginya karena sejatinya tindakan manusia tercipta sebagai makhluk yang bebas bertindak (free will/free act) sehingga ia bebas membuat transaksi dan bentuk usaha apapun, yang penting halal dan sangat di anjurkan.
Dr. Yusuf Qardhawi, menyebutkan bahwa norma dalam ekonomi Islam akan selalu dibangun di atas empat sendi. Keempat sendi tersebut adalah ketuhanan, kemanusiaan, etika dan sikap pertengahan. Kompleksitas akan perangkat aturan bisnis dalam ekonomi Islam yang bersifat konfrehensif dan insklusif ini terus menjadi titik tekan dalam menjalankan aktifitas bermuamalah dalam dunia ekonomi Islam.
Sedangkan etika bisnis perspektif Islam dalam konteks fiqh al-muamalah memiliki berbagai dimensi yang sangat kompleks yang dapat dideskripsikan secara umum ke dalam 3 (tiga) kategori :
1. Aspek hukum syari’at (Fiqh ahkam al-mu’amalat).
Aspek ini berkaitan dengan parameter untuk mengukur halal-haram, sah atau tidaknya (batal) suatu transaksi mu’amalat. Aspek ini bersifat konstan, internal dan universal khususnya dalam pokok-pokok permasalahannya. Dalam hal ini etika bisnis hanya memberikan kriteria-kriteria umum tentang hal-hal yang membatalkan praktek mu’amalat yang telah disepakati para ulama.
Suatu transaksi dapat disebut sah, jika memenuhi kriteria di bawah ini :
a. tidak mengandung unsur riba, maysir (judi), gharar (ketidakpastian), jahalah (ketidak tahuan/kebodohan),
b. tidak mengandung unsur dzulm (kezaliman) yang dalam prakteknya dapat berupa ikhtikar (monopolistic rent) dan tadlis (penipuan)
c. komoditi yang dibisniskan tidak termasuk yang diharamkan oleh syari’at seperti najis, minuman keras, pornografi dan berbagai aktivitas lain yang bertentangan dengan maqashid syar’i (tujuan ditetapkannya syari’at) secara umum.
d. transaksi dilakukan atas dasar suka sama suka dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
2. Aspek prinsip-prinsip teknis atau aplikasi (Fiqh Kaifiyah mu’amalat)
Aspek ini merupakan unsur penguasaan teoritis dan praktis dalam dunia bisnis yang mencakup tata cara, tradisi, kode etik dan etos kerja. Aspek ini lebih berkarakter dinamis, adaftif, fleksibel dan inovatif serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibat dari pengabaian prinsip ini dapat menimbulkan berbagai penyelewengan.
Sebagaimana mengacu kepada interpretasi Umar bin al-Khattab dengan mengatakan : “La yabi’ fi suuqina illa man yafqoh” (Jangan berbisnis di pasar kami kecuali orang yang becus/menguasai mu’amalat)
3. Aspek moral (Fiqh al-akhlaq fi al-mu’amalat)
Aspek ini menjadi pembeda antara yang baik dengan yang buruk, antara yang pantas dengan yang tidak pantas dilakukan dalam kegiatan bisnis baik secara pribadi maupun individu. Unsur ini terkadang dimasukkan dalam prinsip Ihsan, yang asalnya bukan merupakan kewajiban syari’at akan tetapi dilakukan sebagai kebaikan dan kemurahan hatinya, seperti yang dijelaskan Al-Ghazali dalam kitab Al-Ihya’. Dalam aspek inilah tercakup bagaimana seharusnya pola hubungan perusahaan dengan mitra bisnis, hubungan antara manajemen dengan pekerja, mekanisme produksi dan aktivitas pasar.
Ketiga aspek ini adalah saling terkait satu sama lain yang membutuhkan sinergisitas dalam mengatur jual beli. Maka, kesejahteraan hidup akan tercapai. Namun, Realitas dan tantangan muncul pada saat ini, dimana lembaga-lembaga keuangan yang sejatinya melanyani masyarakat dengan itikat bisnis yang benar, malah menjadi lubung untuk mengeksploitasi sesama teman bisnis, semata-mata untuk mendapatkan keuntungan besar (profit oriented).
Praktek transaksi ini pun memiliki wajah yang berbeda akan penggunaan istilah-istilah transaksi di pasar modern dibanding di lingkungan tradisional. Seperti, misal cara transaksi dulu dengan cara berhadapan langsung (face to face) atau diwakili. Namun, di era globalisasi transaksi dapat terjadi meskipun tidak dihadiri oleh orang yang bersangkutan dengan bantuan peralatan tekhnologi-informasi, maka yang cukup fenomenal adalah penguasaan informasi di bursa-bursa efek yang akan mempengaruhi harga efek di lingkungan bisnis kontemporer.
Dengan menggejalanya fenomena ini, banyak para pelaku bisnis melakukan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan semata (profit oriented), misal melakukan praktek bisnis ihtikar (penimbunan/monopoli), tadlis (penyembunyian), ba’i najasyi (rekayasa permintaan), Maisir (gambling/judi/ game of chance/game of skill/natural evant), dan tallaqi rukbhan.
Maka, agar tidak terjadi persaingan bisnis yang tidak sehat lembaga pengawas keuangan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) mengantisipasi dengan dibuatnya beberapa UU yang mengikat bagi para pelaku bisinis tersebut. Adapun corak praktek bisnis tersebut memiliki gambaran bermacam-macam yang tercover dalam peraturan pasar modal No. 08 tahun 1995 pada Bab XI dengan melarang menipu, manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam. Salah satunya yang diatur adalah permainan informasi dan mempengaruhi orang lain dalam transaksi, kegiatan perdagangan efek, penawaran, pembelian efek, sehingga terjadi manipulasi pasar, dll. Untuk lebih jelasnya lihat dalam tabel.
Peraturan yang terdapat dalam Undang-undang tersebut adalah seirima dengan semangat etika bisnis yang diajarkan dalam Islam, karena hakekatnya larangan itu dalam rangka untuk mencegah perbuatan yang sekiranya dapat mendhalimi dan didhalimi. Semangat inilah yang tertera dalam UU pasar modal yang mencerminkan bahwa hukum Islam terlaksana di dalamnya walaupun masih tidak terlaksana secara keseluruhan. Apalgi pada saat ini sudah memilik lembaga keuangan tersendiri dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
B. Rumusan Masalah
Didasari dari sub bab latar belakang masalah di atas, tulisan ini mencoba menemukan konsep dasar cerminan hukum Islam tentang larangan melakukan bisnis kategori Tadlis dan Ba’i Najasyi, sebagaimana yang tercermin dalam peraturan Pasar Modal UU No. 08 Tahun 1995 bab XI tentang larangan melakukan Transaksi Menipu, Manipulasi Pasar Dan Perdagangan Orang Dalam, diharapkan mampu menjawab persoalan berikut ini;
1. Untuk Mengetahui Dalil Syara’ (Al-Qur’an Dan Al-Hadits) Dan Padangan Para Fuqaha Akan Istinbath Hukumnya Tentang Praktek Bisnis Tadlis Dan Ba’i Najasyi?
2. Untuk Mengkaji Sejauhmana Cerminan Hukum Islam dalam Peraturan Pasar Modal No. 08 Tahun 1995 Bab XI Larangan (Menipu, Manipulasi Pasar Dan Perdagangan Orang Dalam)?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang tersebut di atas. Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui lebih jauh tentang dalil Syara’ (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan pandangan Para Fuqaha, tentang praktek jual beli dengan kategori Tadlis dan Ba’i Najasyi
2. Untuk mengkaji sejauhmana cerminan norma hukum Islam dalam peraturan Pasar Modal No. 08 Tahun 1995 bab XI tentang larangan (Menipu, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam).
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Agar dapat diketahui dalil Syara’ (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan padangan ulama’ Para Fuqaha’ (Ulama’ Fiqh), tentang praktek jual beli dengan kategoriTadlis dan Ba’i Najasyi
2. Dengan hasil penelitian ini diharapkan masyarakat pada umumnya dapat bermua’amalah dengan sistem etika ekonomi menurut ketentuan etika Islam
E. Alasan Pemilihan Judul
1. Alasan Obyektif
Karena pembahasan tentang dunia bisnis rentan adanya praktek bisnis dengan cara Tadlis dan Ba’i Najasyi. Maka, dalam penelitian ini penulis mengumpulkan beberapa kaidah yang dijadikan dalil dalam larangan melakukan praktek bisnis tersebut dengan mengeksplorasi konsep dalil Syara’ (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan padangan Imam Al-Ghazali, dan penelitian ini sangat menarik bagi diri pribadi untuk dikaji secara ilmiah dalam korelasinya dengan Undang-undang Pasar Modal No. 08 Tahun 1995. Penelitian ini mengukur barometer aplikasi hukum Islam yang tercermin dalam peraturan UU, ketika menjalankan aktifitas praktek jual beli di era modern ini.
a. Islam adalah agama yang membawa misi rahmatan lilalamin, bagi semesta alam sebagai pengatur segala tatanan kehidupan dengan tujuan mencapai kesejahteraan dan keadilan di masyarakat, bahkan dikalangan individu dan kehidupan sosial. Penulis melihat bahwa aktifitas kehidupan tidaklah terlepas dari aktifitas ekonomi yang menjadi tulangpunggung keberlangsungan kehidupan, maka bagaimana setiap aktifitas ekonomi itu tidaklah terlepas dari nilai-nilai keislaman, sehingga aktifitas ekonomi itu benar-benar tidak ada unsur eksploitasi dan praktek kedhaliman terhadap sesama.
b. Dalam hal ini penulis melihat problematika permaslahan pada era globalisasi ini adalah didominasi oleh sistem ekonomi pasar bebas, yang diwakili oleh pasar modern. Sejumlah praktek bisnis muncul di era pasar modern dengan menggunakan mekanisme dan operasional yang lebih canggih terutama di perdagangan pasar modal, perdagangan efek, dll. Sehingga pemerintah membuat lembaga Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), sebagai lembaga yang mangawasi dan mengikat aktifitas perdagangan di pasar modal dengan tujuan agar terjadi perdagangan yang sehat, dan tidak saling mendhalimi, dll. Dan, ternyata spirit ini adalah sama dengan dogma ajaran Islam.
c. Dalam sistem Islam, terdapat kaidah larangan melakukan bisnis Ihtikar (monopoli/menimbun), Ba’i Najasyi (rekayasa permintaan), Tadlis (penipuan), Fahsya’ (bisnis asusila), Gharar (Tidak Transparan), dan Tallaqi Rukban, dll. Dengan kaidah ini penulis melakukan penelitian tentang UU dalam Pasar Modal dan menilai sejauh mana cerminan norma hukum Islam yang terdapat dalam aturan tersebut.
2. Alasan Subyektif
a. Masalah ekonomi adalah sesuatu yang menarik bagi penulis sebab aktifitas ekonomi adalah aktifitas yang berkaitan dengan keberlangsungan kehidupan kedepan dalam rangka membangun sebuah peradaban yang maju, dan berdasarkan kepada nilai-nilai ketuhanan sebagai alat dan sarana ibadah kepada Tuhan.
b. Kaidah etika ekonomi Islam diharapkan bisa menjadi kaidah yang dijadikan tolok ukur dalam dunia bisnis modern.
c. Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu KeIslaman (STIK) Annuqayah Semester Akhir Jurusan Mu’amalah, yang selanjutnya akan mulai memasuki dunia kemasyarakatan yang rentan dengan pelbagai permasalahan hukum. Maka, dituntut untuk peka dan bisa menanggapi setiap permasalahan yang sesuai dengan basis keilmuan penulis. Sebagai sarjana Strata 1. Sudah menjadi suatu kelayakan penulis untuk bisa memberikan problem solving khususnya dalam keagamaan yang sedang terjadi di masyarakat sekitar.
F. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dibutuhkan tahapan-tahapan yang bersifat integral dengan tidak mengesampingkan pertimbangan dari berbagai aspek, sehingga pada akhirnya identifikasi persoalan dan berbagai faktor yang ada akan menempati proporsi sebagaimana mestinya.
1. Data
Dalam penulisan skripsi ini, untuk menjawab tentang dalil syara’ (al-Qur’an dan al-Hadits) dan pandangan Para Fuqaha, tentang larangan melakukan praktek jual beli dengan cara Tadlis dan Ba’i Najasyi yang tercermin dalam peraturan pasar modal No. 08 Tahun 1995 Bab XI (Menipu, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam), penulis membutuhkan data sebagai berikut;
a. Data tentang dalil keharaman melakukan praktek jual deli dengan cara Tadlis dan Ba’I Najasyi yang terdapat dalam syara’ (al-Qur’an dan al-Hadits)
b. Data tentang pandangan Para Fuqaha mengenai Tadlis dan Ba’i Najasyi.
c. Data tentang peraturan pasar modal No. 08 Tahun 1995 Bab XI tentang larangan (Menipu, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam).
2. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber utama dalam skripsi ini adalah berupa al-Qur’an dan al-Hadits, Kitab-Kitab Figh, Usul Figh dan Qowaid Figh.
b. Sumber Sekunder
Adapun sumber sekunder yang merupakan buku-buku, majalah, media masaa, karya ilmiah dan masalah yang terkait dengan masalah tersebut, sebagai penunjang atau pelengkap sumber primer.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis kajian ini, yaitu kajian pustaka (library reseach) dengan menggunakan teknik selected indeks reading/scanning. Maka teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara membaca, mencatat, dan merangkum semua teori-teori yang ada pada buku-buku atau kitab-kitab dan literatur lainnya untuk dijadikan data yang kemudian dianalisis.
4. Tehnik Analisa Data
Setelah data berhasil dihimpun untuk menghasilkan kebenaran dalam suatu masalah, maka dibutuhkan cara berpikir sistematis dan logis, cara berfikir logis dan sistematis ini menurut Winarno Surahman adalah dengan cara menggunakan metode berfikir induktif, deduktif dan komparatif. Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut:
A. Tehnik deskriptif, yaitu metode analisa yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan tujuan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu.
B. Tehnik deduktif, yaitu metode analisis yang membangun penalaran atas data-data yang bersifat umum untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat partikuler.
G. Batasan Istilah Dalam Judul
Untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap judul skripsi “Konsepsi Dalil Syara’ dan Pandangan Para Fuqaha tentang Tadlis dan Ba’i Najasyi (Studi Hukum Islam Terhadap Peraturan Pasar Modal UU No. 08 Tahun 1995 Bab XI Larangan (Menipu, Manipulasi Pasar Dan Perdagangan Orang Dalam)”. Maka perlu penulis jelaskan beberapa kata kunci yang ada dalam judul di atas:
1. Konsepsi :Pengertian; Pendapat; gambaran; angan; pikiran; ide dasar; gagasan pokok.
2. Dalil :Pedoman; kalimat yang dikutip dari kitab suci sebagai bukti kebenaran; bunyi hukum.
3. Syara’ :Aturan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW (yaitu al-Qur’an dan al- Hadits), sebagai pedoman bagi umat manusia.
4. Fuqaha :Bentuk jamak dari faqih; seorang ahli dalam bidang fiqih, orang yng kecendrungannya lebih menonjol dalam fiqih.
5. Tadlis :Adalah penipuan, baik pada pihak penjual maupun pembeli dengan cara menyembunyikan kecacatan ketika terjadi transaksi.
6. Ba’i Najasyi :Jual beli dimana seseorang menambah harga barang melalui orang lain (yang sudah ditatar/dihubungi) atau melebihi harga temannya, dengan maksud memancing-mancing orang, agar orang itu mau membeli barang kawannya.
7. Studi :Berarti memiliki arti, penyelidikan secara kritis dengan beberapa kajian pustaka.
8. Hukum Islam :Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengenai kehidupan berdasarka kitab Al-Qur’an.
9. Pasar Modal :Adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
10. Menipu :Mengenakan tipu muslihat; mengecoh; mengakali; memperdayakan.
11. Manipulasi Pasar :Perbuatan curang (spt menggelapkan, menimbun barang untuk spekulasi dsb)
12. Perdagangan Orang Dalam: Transaksi yang melibatkan “Orang Dalam" diantaranya: Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; Pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik; Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.
H. Sistematika Pembahasan
Guna mendapatkan penyusunan yang bagus dan sistematis dalam studi penelitian ini, penulis mendeskripsikan dalam lima bab yang relevan antara satu dengan lainnya.
Bab I: Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, kegunaan kajian, alasan pemilihan judul, metode kajian, batasan istilah dalam judul serta sistematika pemabahasan.
Bab II:Akan membahas konsep-konsep tentang Ba’i Najasyi dan Tadlis Dalam Perspektif Syara’ (Al-qur’an dan Al hadits) dan pandangan Para Fuqaha. Bab ini menjadi tiga bagian yang masing-masing membahas pengertian, dasar hukum syara’ tentang Tadlis dan Ba’I Najasyi dan sekaligus cara pandang Para Fuqaha dalam melihat masalah larangan terhadap praktek jual beli tersebut.
Bab III:Penulis akan memaparkan beberapa kegiatan praktek bisnis larangan yang tertera dalam peraturan Undang-Undang Pasar Modal No. 08 Tahun 1995 pada Bab XI dengan perincian sebagai berikut: bentuk praktek penipuan dalam kegiatan perdagangan efek, manipulasi pasar dan harga efek dalam bursa efek.
Bab IV:Penulis berusaha memberikan analisis kritis atas cerminan hukum Islam yang tertera dalam peraturan pasar modal No. 08 Tahun 1995 pada Bab XI. Kemudian dianalisis dengan hukum Islam tentang praktek penipuan dalam praktek jual beli Penipuan Informasi dalam kegiatan Perdagangan efek, Manipulasi pasar dan Harga Efek di Bursa efek, dan untuk Memperoleh Informasi Dengan Cara Melawan Hukum (Riswah, Mencuri informasi, dan mengintimidasi/teror)
Bab V:Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran. Dan bab ini merupakan jawaban dari apa yang dipaparkan dalam bab pendahuluan.
Daftar Pustaka
1. Andrian Sutedi, S.H., M.H., Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).
2. Dr. Yusuf Qardhawi, Norma Dan Etika Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997).
3. R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2006).
4. Dr. M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Cet. II.
5. Lembaran Negara Republik Indonesia No.64,1995. Undang-undang Republik Indonesia No. 08 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
6. Hadimulyo, Jurnal Kebudayaan Ulumul Qur’an, No 3/VII/1997.
7. Depak RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Hidayah, 2002).
8. Al-Gazali, al-Mustashfa (1937), Vol. I. hal. 139-40.
9. Drs. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).
10. Surakhmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, 1982.
11. Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, ttt).
12. M. Dahlan Yacub Al Barry, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Surabaya: Arkola, 2001).
13. Imam Abu Hamid, Bidayah Al-Hidayah (Tuntutan Mencapai Hidayah Ilahi), Penj. H. M. Fadlil Sa’d An-Nadwi, (Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H).
14. Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Terj. Moh. Maghfur Wachid, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996).
15. Skripsi. Abdul Mu’is, Kontekstualisasi Hukum Islam tentang Ihtikar, Ba’i Najasyi dan Tadlis Dalam Praktek Bisinis Kontemporer, (Sumenep, 2007).
16. Drs. Peter Salim, M.A Yenny Salim, B. Sc. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002).
17. W.J.S Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), Cet. VIII.
18. http://www.geocities.com/gardaera2000
19. Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam; Sebuah Pengantar, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996)
Pada dasarnya manusia adalah makhluk religius (religion animal) dan terdapat pula unsur economic animal untuk mempertahankan hidup demi masa depan kehidupannya. Maka, tuntutan datang dengan sendiri, insting untuk terus mencari, mendistribusi, memproduksi dan menkonsumsi, dimana dari aktifitas ini menghasilkan konsekuensi logis interaksi sosial (social animal) yang menuntut untuk saling melengkapi dan tolong menolong demi mengusung misi yang sama yaitu demi keberlangsungan hidup.
Agar supaya aktifitas muamalah tersebut berjalan secara fairness, Islam pun memiliki aturan etika bisnis agar supaya terkonstruk sebuah aktifitas perekomian yang berada dalam landasan etika Islam. Adapun makna etika menurut Hadimulyo, etika bisnis dalam perspektif Islam adalah penerapan prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam dunia bisnis. Contoh yang paling jelas adalah ajaran mengenai larangan mengurangi timbangan yang menunjukkan prinsip kejujuran dan hal ini telah dipraktekkan oleh Rasulullah sendiri ketika berbisnis.
M. Quraish Shihab menegaskan bahwa ungkapan al Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutan dalam segala aspek kehidupan sering kali menggunakan istilah-istilah yang dikenal oleh dunia bisnis. Oleh karena itu, al Qur’an banyak menggariskan dasar-dasar bisnis seperti larangan menganiaya dalam bisnis. Sebagaimana dalam al Qur’an;
Artinya:
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
(QS. al Baqarah (2): 279).
Selain itu, ditegaskan pula prinsip-prinsip etika bisnis, yaitu eksistensi amal yang mempunyai visi ke depan, kejujuran, keramah-tamahan, penawaran yang jujur, tidak dibenarkannya monopoli, tegas dan adil dalam timbangan, dan lain-lain.
Dengan maksud segala aturan yang Allah Swt turunkan dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Komitmen Islam yang demikian mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan menyebabkan konsep kesejateraan (falah) bagi semua umat manusia sebagai suatu tujuan pokok Islam.
Seorang Para Fuqaha asal Mesir yakni Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada 3 sasaran hukum Islam yang menunjukkan Syariat Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. 3 sasaran itu antara lain :
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).
Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas meliputi 5 jaminan dasar, yakni :
1. Keselamatan keyakinan agama (al-din)
2. Keselamatan jiwa (al-nafs)
3. Keselamatan akal (al-aql)
4. Keselamatan keluarga dan keturunan (al-nafsl)
5. Keselamatan harta benda (al-mal)
Tampak jelas bahwa ekonomi konvensional tidak memberi tempat pada keimanan (diin), sementara kehidupan, akal dan keturunan, sekalipun dianggap penting, hanya dianggap sebagai variabel eksogenous sehingga tidak mendapat perhatian yang memadai. Dalam ekonomi Islam, keimanan ditempatkan pada urutan pertama karena keimanan berpengaruh signifikan terhadap hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan materi dan psikologi dan juga cara memuaskannya. Harta benda ditempatkan pada tujuan terakhir bukan karena dianggap tidak penting, melainkan bahwa kemampuan harta dalam mewujudkan kebahagiaan manusia akan sangat bergantung dari manusia itu sendiri. Dengan kata lain, harta saja sebagai benda tidak dengan sendirinya mampu memberikan kebahagiaan kepada manusia.
Diri, akal dan keturunan berkaitan erat dengan manusia itu sendiri, sehingga kebahagiannya menjadi tujuan utama syari’at. Dengan memasukkan diri manusia, akal dan keturunannya akan memungkinkan terciptanya suatu pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia, sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh ilmu ekonomi konvensional yang memberikan kesakralan yang berlebih-lebihan pada pasar dan hasil-hasilnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa selama kegiatan muamalah itu tidak bertentangan dan tidak merusak kelima faktor yang menjadi prioritas utama dalam Islam, maka aktifitas tersebut mendapat mandat dan legitimasi untuk terus dilakukan tanpa ada yang mengganggu dan menghalanginya karena sejatinya tindakan manusia tercipta sebagai makhluk yang bebas bertindak (free will/free act) sehingga ia bebas membuat transaksi dan bentuk usaha apapun, yang penting halal dan sangat di anjurkan.
Dr. Yusuf Qardhawi, menyebutkan bahwa norma dalam ekonomi Islam akan selalu dibangun di atas empat sendi. Keempat sendi tersebut adalah ketuhanan, kemanusiaan, etika dan sikap pertengahan. Kompleksitas akan perangkat aturan bisnis dalam ekonomi Islam yang bersifat konfrehensif dan insklusif ini terus menjadi titik tekan dalam menjalankan aktifitas bermuamalah dalam dunia ekonomi Islam.
Sedangkan etika bisnis perspektif Islam dalam konteks fiqh al-muamalah memiliki berbagai dimensi yang sangat kompleks yang dapat dideskripsikan secara umum ke dalam 3 (tiga) kategori :
1. Aspek hukum syari’at (Fiqh ahkam al-mu’amalat).
Aspek ini berkaitan dengan parameter untuk mengukur halal-haram, sah atau tidaknya (batal) suatu transaksi mu’amalat. Aspek ini bersifat konstan, internal dan universal khususnya dalam pokok-pokok permasalahannya. Dalam hal ini etika bisnis hanya memberikan kriteria-kriteria umum tentang hal-hal yang membatalkan praktek mu’amalat yang telah disepakati para ulama.
Suatu transaksi dapat disebut sah, jika memenuhi kriteria di bawah ini :
a. tidak mengandung unsur riba, maysir (judi), gharar (ketidakpastian), jahalah (ketidak tahuan/kebodohan),
b. tidak mengandung unsur dzulm (kezaliman) yang dalam prakteknya dapat berupa ikhtikar (monopolistic rent) dan tadlis (penipuan)
c. komoditi yang dibisniskan tidak termasuk yang diharamkan oleh syari’at seperti najis, minuman keras, pornografi dan berbagai aktivitas lain yang bertentangan dengan maqashid syar’i (tujuan ditetapkannya syari’at) secara umum.
d. transaksi dilakukan atas dasar suka sama suka dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
2. Aspek prinsip-prinsip teknis atau aplikasi (Fiqh Kaifiyah mu’amalat)
Aspek ini merupakan unsur penguasaan teoritis dan praktis dalam dunia bisnis yang mencakup tata cara, tradisi, kode etik dan etos kerja. Aspek ini lebih berkarakter dinamis, adaftif, fleksibel dan inovatif serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibat dari pengabaian prinsip ini dapat menimbulkan berbagai penyelewengan.
Sebagaimana mengacu kepada interpretasi Umar bin al-Khattab dengan mengatakan : “La yabi’ fi suuqina illa man yafqoh” (Jangan berbisnis di pasar kami kecuali orang yang becus/menguasai mu’amalat)
3. Aspek moral (Fiqh al-akhlaq fi al-mu’amalat)
Aspek ini menjadi pembeda antara yang baik dengan yang buruk, antara yang pantas dengan yang tidak pantas dilakukan dalam kegiatan bisnis baik secara pribadi maupun individu. Unsur ini terkadang dimasukkan dalam prinsip Ihsan, yang asalnya bukan merupakan kewajiban syari’at akan tetapi dilakukan sebagai kebaikan dan kemurahan hatinya, seperti yang dijelaskan Al-Ghazali dalam kitab Al-Ihya’. Dalam aspek inilah tercakup bagaimana seharusnya pola hubungan perusahaan dengan mitra bisnis, hubungan antara manajemen dengan pekerja, mekanisme produksi dan aktivitas pasar.
Ketiga aspek ini adalah saling terkait satu sama lain yang membutuhkan sinergisitas dalam mengatur jual beli. Maka, kesejahteraan hidup akan tercapai. Namun, Realitas dan tantangan muncul pada saat ini, dimana lembaga-lembaga keuangan yang sejatinya melanyani masyarakat dengan itikat bisnis yang benar, malah menjadi lubung untuk mengeksploitasi sesama teman bisnis, semata-mata untuk mendapatkan keuntungan besar (profit oriented).
Praktek transaksi ini pun memiliki wajah yang berbeda akan penggunaan istilah-istilah transaksi di pasar modern dibanding di lingkungan tradisional. Seperti, misal cara transaksi dulu dengan cara berhadapan langsung (face to face) atau diwakili. Namun, di era globalisasi transaksi dapat terjadi meskipun tidak dihadiri oleh orang yang bersangkutan dengan bantuan peralatan tekhnologi-informasi, maka yang cukup fenomenal adalah penguasaan informasi di bursa-bursa efek yang akan mempengaruhi harga efek di lingkungan bisnis kontemporer.
Dengan menggejalanya fenomena ini, banyak para pelaku bisnis melakukan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan semata (profit oriented), misal melakukan praktek bisnis ihtikar (penimbunan/monopoli), tadlis (penyembunyian), ba’i najasyi (rekayasa permintaan), Maisir (gambling/judi/ game of chance/game of skill/natural evant), dan tallaqi rukbhan.
Maka, agar tidak terjadi persaingan bisnis yang tidak sehat lembaga pengawas keuangan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) mengantisipasi dengan dibuatnya beberapa UU yang mengikat bagi para pelaku bisinis tersebut. Adapun corak praktek bisnis tersebut memiliki gambaran bermacam-macam yang tercover dalam peraturan pasar modal No. 08 tahun 1995 pada Bab XI dengan melarang menipu, manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam. Salah satunya yang diatur adalah permainan informasi dan mempengaruhi orang lain dalam transaksi, kegiatan perdagangan efek, penawaran, pembelian efek, sehingga terjadi manipulasi pasar, dll. Untuk lebih jelasnya lihat dalam tabel.
Peraturan yang terdapat dalam Undang-undang tersebut adalah seirima dengan semangat etika bisnis yang diajarkan dalam Islam, karena hakekatnya larangan itu dalam rangka untuk mencegah perbuatan yang sekiranya dapat mendhalimi dan didhalimi. Semangat inilah yang tertera dalam UU pasar modal yang mencerminkan bahwa hukum Islam terlaksana di dalamnya walaupun masih tidak terlaksana secara keseluruhan. Apalgi pada saat ini sudah memilik lembaga keuangan tersendiri dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
B. Rumusan Masalah
Didasari dari sub bab latar belakang masalah di atas, tulisan ini mencoba menemukan konsep dasar cerminan hukum Islam tentang larangan melakukan bisnis kategori Tadlis dan Ba’i Najasyi, sebagaimana yang tercermin dalam peraturan Pasar Modal UU No. 08 Tahun 1995 bab XI tentang larangan melakukan Transaksi Menipu, Manipulasi Pasar Dan Perdagangan Orang Dalam, diharapkan mampu menjawab persoalan berikut ini;
1. Untuk Mengetahui Dalil Syara’ (Al-Qur’an Dan Al-Hadits) Dan Padangan Para Fuqaha Akan Istinbath Hukumnya Tentang Praktek Bisnis Tadlis Dan Ba’i Najasyi?
2. Untuk Mengkaji Sejauhmana Cerminan Hukum Islam dalam Peraturan Pasar Modal No. 08 Tahun 1995 Bab XI Larangan (Menipu, Manipulasi Pasar Dan Perdagangan Orang Dalam)?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang tersebut di atas. Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui lebih jauh tentang dalil Syara’ (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan pandangan Para Fuqaha, tentang praktek jual beli dengan kategori Tadlis dan Ba’i Najasyi
2. Untuk mengkaji sejauhmana cerminan norma hukum Islam dalam peraturan Pasar Modal No. 08 Tahun 1995 bab XI tentang larangan (Menipu, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam).
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Agar dapat diketahui dalil Syara’ (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan padangan ulama’ Para Fuqaha’ (Ulama’ Fiqh), tentang praktek jual beli dengan kategoriTadlis dan Ba’i Najasyi
2. Dengan hasil penelitian ini diharapkan masyarakat pada umumnya dapat bermua’amalah dengan sistem etika ekonomi menurut ketentuan etika Islam
E. Alasan Pemilihan Judul
1. Alasan Obyektif
Karena pembahasan tentang dunia bisnis rentan adanya praktek bisnis dengan cara Tadlis dan Ba’i Najasyi. Maka, dalam penelitian ini penulis mengumpulkan beberapa kaidah yang dijadikan dalil dalam larangan melakukan praktek bisnis tersebut dengan mengeksplorasi konsep dalil Syara’ (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan padangan Imam Al-Ghazali, dan penelitian ini sangat menarik bagi diri pribadi untuk dikaji secara ilmiah dalam korelasinya dengan Undang-undang Pasar Modal No. 08 Tahun 1995. Penelitian ini mengukur barometer aplikasi hukum Islam yang tercermin dalam peraturan UU, ketika menjalankan aktifitas praktek jual beli di era modern ini.
a. Islam adalah agama yang membawa misi rahmatan lilalamin, bagi semesta alam sebagai pengatur segala tatanan kehidupan dengan tujuan mencapai kesejahteraan dan keadilan di masyarakat, bahkan dikalangan individu dan kehidupan sosial. Penulis melihat bahwa aktifitas kehidupan tidaklah terlepas dari aktifitas ekonomi yang menjadi tulangpunggung keberlangsungan kehidupan, maka bagaimana setiap aktifitas ekonomi itu tidaklah terlepas dari nilai-nilai keislaman, sehingga aktifitas ekonomi itu benar-benar tidak ada unsur eksploitasi dan praktek kedhaliman terhadap sesama.
b. Dalam hal ini penulis melihat problematika permaslahan pada era globalisasi ini adalah didominasi oleh sistem ekonomi pasar bebas, yang diwakili oleh pasar modern. Sejumlah praktek bisnis muncul di era pasar modern dengan menggunakan mekanisme dan operasional yang lebih canggih terutama di perdagangan pasar modal, perdagangan efek, dll. Sehingga pemerintah membuat lembaga Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), sebagai lembaga yang mangawasi dan mengikat aktifitas perdagangan di pasar modal dengan tujuan agar terjadi perdagangan yang sehat, dan tidak saling mendhalimi, dll. Dan, ternyata spirit ini adalah sama dengan dogma ajaran Islam.
c. Dalam sistem Islam, terdapat kaidah larangan melakukan bisnis Ihtikar (monopoli/menimbun), Ba’i Najasyi (rekayasa permintaan), Tadlis (penipuan), Fahsya’ (bisnis asusila), Gharar (Tidak Transparan), dan Tallaqi Rukban, dll. Dengan kaidah ini penulis melakukan penelitian tentang UU dalam Pasar Modal dan menilai sejauh mana cerminan norma hukum Islam yang terdapat dalam aturan tersebut.
2. Alasan Subyektif
a. Masalah ekonomi adalah sesuatu yang menarik bagi penulis sebab aktifitas ekonomi adalah aktifitas yang berkaitan dengan keberlangsungan kehidupan kedepan dalam rangka membangun sebuah peradaban yang maju, dan berdasarkan kepada nilai-nilai ketuhanan sebagai alat dan sarana ibadah kepada Tuhan.
b. Kaidah etika ekonomi Islam diharapkan bisa menjadi kaidah yang dijadikan tolok ukur dalam dunia bisnis modern.
c. Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu KeIslaman (STIK) Annuqayah Semester Akhir Jurusan Mu’amalah, yang selanjutnya akan mulai memasuki dunia kemasyarakatan yang rentan dengan pelbagai permasalahan hukum. Maka, dituntut untuk peka dan bisa menanggapi setiap permasalahan yang sesuai dengan basis keilmuan penulis. Sebagai sarjana Strata 1. Sudah menjadi suatu kelayakan penulis untuk bisa memberikan problem solving khususnya dalam keagamaan yang sedang terjadi di masyarakat sekitar.
F. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dibutuhkan tahapan-tahapan yang bersifat integral dengan tidak mengesampingkan pertimbangan dari berbagai aspek, sehingga pada akhirnya identifikasi persoalan dan berbagai faktor yang ada akan menempati proporsi sebagaimana mestinya.
1. Data
Dalam penulisan skripsi ini, untuk menjawab tentang dalil syara’ (al-Qur’an dan al-Hadits) dan pandangan Para Fuqaha, tentang larangan melakukan praktek jual beli dengan cara Tadlis dan Ba’i Najasyi yang tercermin dalam peraturan pasar modal No. 08 Tahun 1995 Bab XI (Menipu, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam), penulis membutuhkan data sebagai berikut;
a. Data tentang dalil keharaman melakukan praktek jual deli dengan cara Tadlis dan Ba’I Najasyi yang terdapat dalam syara’ (al-Qur’an dan al-Hadits)
b. Data tentang pandangan Para Fuqaha mengenai Tadlis dan Ba’i Najasyi.
c. Data tentang peraturan pasar modal No. 08 Tahun 1995 Bab XI tentang larangan (Menipu, Manipulasi Pasar dan Perdagangan Orang Dalam).
2. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber utama dalam skripsi ini adalah berupa al-Qur’an dan al-Hadits, Kitab-Kitab Figh, Usul Figh dan Qowaid Figh.
b. Sumber Sekunder
Adapun sumber sekunder yang merupakan buku-buku, majalah, media masaa, karya ilmiah dan masalah yang terkait dengan masalah tersebut, sebagai penunjang atau pelengkap sumber primer.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis kajian ini, yaitu kajian pustaka (library reseach) dengan menggunakan teknik selected indeks reading/scanning. Maka teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara membaca, mencatat, dan merangkum semua teori-teori yang ada pada buku-buku atau kitab-kitab dan literatur lainnya untuk dijadikan data yang kemudian dianalisis.
4. Tehnik Analisa Data
Setelah data berhasil dihimpun untuk menghasilkan kebenaran dalam suatu masalah, maka dibutuhkan cara berpikir sistematis dan logis, cara berfikir logis dan sistematis ini menurut Winarno Surahman adalah dengan cara menggunakan metode berfikir induktif, deduktif dan komparatif. Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut:
A. Tehnik deskriptif, yaitu metode analisa yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan tujuan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu.
B. Tehnik deduktif, yaitu metode analisis yang membangun penalaran atas data-data yang bersifat umum untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat partikuler.
G. Batasan Istilah Dalam Judul
Untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap judul skripsi “Konsepsi Dalil Syara’ dan Pandangan Para Fuqaha tentang Tadlis dan Ba’i Najasyi (Studi Hukum Islam Terhadap Peraturan Pasar Modal UU No. 08 Tahun 1995 Bab XI Larangan (Menipu, Manipulasi Pasar Dan Perdagangan Orang Dalam)”. Maka perlu penulis jelaskan beberapa kata kunci yang ada dalam judul di atas:
1. Konsepsi :Pengertian; Pendapat; gambaran; angan; pikiran; ide dasar; gagasan pokok.
2. Dalil :Pedoman; kalimat yang dikutip dari kitab suci sebagai bukti kebenaran; bunyi hukum.
3. Syara’ :Aturan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW (yaitu al-Qur’an dan al- Hadits), sebagai pedoman bagi umat manusia.
4. Fuqaha :Bentuk jamak dari faqih; seorang ahli dalam bidang fiqih, orang yng kecendrungannya lebih menonjol dalam fiqih.
5. Tadlis :Adalah penipuan, baik pada pihak penjual maupun pembeli dengan cara menyembunyikan kecacatan ketika terjadi transaksi.
6. Ba’i Najasyi :Jual beli dimana seseorang menambah harga barang melalui orang lain (yang sudah ditatar/dihubungi) atau melebihi harga temannya, dengan maksud memancing-mancing orang, agar orang itu mau membeli barang kawannya.
7. Studi :Berarti memiliki arti, penyelidikan secara kritis dengan beberapa kajian pustaka.
8. Hukum Islam :Peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengenai kehidupan berdasarka kitab Al-Qur’an.
9. Pasar Modal :Adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
10. Menipu :Mengenakan tipu muslihat; mengecoh; mengakali; memperdayakan.
11. Manipulasi Pasar :Perbuatan curang (spt menggelapkan, menimbun barang untuk spekulasi dsb)
12. Perdagangan Orang Dalam: Transaksi yang melibatkan “Orang Dalam" diantaranya: Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; Pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik; Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.
H. Sistematika Pembahasan
Guna mendapatkan penyusunan yang bagus dan sistematis dalam studi penelitian ini, penulis mendeskripsikan dalam lima bab yang relevan antara satu dengan lainnya.
Bab I: Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, kegunaan kajian, alasan pemilihan judul, metode kajian, batasan istilah dalam judul serta sistematika pemabahasan.
Bab II:Akan membahas konsep-konsep tentang Ba’i Najasyi dan Tadlis Dalam Perspektif Syara’ (Al-qur’an dan Al hadits) dan pandangan Para Fuqaha. Bab ini menjadi tiga bagian yang masing-masing membahas pengertian, dasar hukum syara’ tentang Tadlis dan Ba’I Najasyi dan sekaligus cara pandang Para Fuqaha dalam melihat masalah larangan terhadap praktek jual beli tersebut.
Bab III:Penulis akan memaparkan beberapa kegiatan praktek bisnis larangan yang tertera dalam peraturan Undang-Undang Pasar Modal No. 08 Tahun 1995 pada Bab XI dengan perincian sebagai berikut: bentuk praktek penipuan dalam kegiatan perdagangan efek, manipulasi pasar dan harga efek dalam bursa efek.
Bab IV:Penulis berusaha memberikan analisis kritis atas cerminan hukum Islam yang tertera dalam peraturan pasar modal No. 08 Tahun 1995 pada Bab XI. Kemudian dianalisis dengan hukum Islam tentang praktek penipuan dalam praktek jual beli Penipuan Informasi dalam kegiatan Perdagangan efek, Manipulasi pasar dan Harga Efek di Bursa efek, dan untuk Memperoleh Informasi Dengan Cara Melawan Hukum (Riswah, Mencuri informasi, dan mengintimidasi/teror)
Bab V:Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran. Dan bab ini merupakan jawaban dari apa yang dipaparkan dalam bab pendahuluan.
Daftar Pustaka
1. Andrian Sutedi, S.H., M.H., Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).
2. Dr. Yusuf Qardhawi, Norma Dan Etika Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997).
3. R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2006).
4. Dr. M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), Cet. II.
5. Lembaran Negara Republik Indonesia No.64,1995. Undang-undang Republik Indonesia No. 08 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
6. Hadimulyo, Jurnal Kebudayaan Ulumul Qur’an, No 3/VII/1997.
7. Depak RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: al-Hidayah, 2002).
8. Al-Gazali, al-Mustashfa (1937), Vol. I. hal. 139-40.
9. Drs. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).
10. Surakhmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, 1982.
11. Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, ttt).
12. M. Dahlan Yacub Al Barry, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Surabaya: Arkola, 2001).
13. Imam Abu Hamid, Bidayah Al-Hidayah (Tuntutan Mencapai Hidayah Ilahi), Penj. H. M. Fadlil Sa’d An-Nadwi, (Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H).
14. Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Terj. Moh. Maghfur Wachid, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996).
15. Skripsi. Abdul Mu’is, Kontekstualisasi Hukum Islam tentang Ihtikar, Ba’i Najasyi dan Tadlis Dalam Praktek Bisinis Kontemporer, (Sumenep, 2007).
16. Drs. Peter Salim, M.A Yenny Salim, B. Sc. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002).
17. W.J.S Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), Cet. VIII.
18. http://www.geocities.com/gardaera2000
19. Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam; Sebuah Pengantar, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996)
0 komentar:
Posting Komentar