Diskursus Semiotika Kontemporer
(Membedah Pemikiran Muhammad Arkoun)
Oleh: Abdus salim*
Tanda adalah simbolik dari makna potensial dari setiap teks, bahkan menjadi hidup dengan semiologi, sebuah pendekatan makna melalui tanda dan penanda. Berbagai makna bermunculan hanya dari sekadar teks, tetapi bukanlah teks tertulis itulah sebagai teks asli melainkan ada pada penanda teks bukanlah teks itu sendiri. inilah yang kemudian oelh arkoun dijadikan lamdasan dalam menjustifikasi pembenaran untuk menggunakan metodologi hermeneutika barat terhdap teks alqur’an dengan menganggap alqur’an yagn ada pada sekarang bukanlah asli kalam tuhan melainkan sebuah ”karya” yang perlu digali untuk dipakai dalam alqur’an , karena alqur’an tersbut. Metode ini tidaklah mudah untuk dipakai dalam alqur’an karena alqur’an tidaklah teks yang bermasalah yang perlu didekonstruksi sebagaimana laiknya critism bible. Karena tujuan metodologi hermeneutika ini dalam rangka untuk mencari nilai kebenaran bible, sehingga metode ini cenderung merombak tentang semua yagn tesdapat dalalm bible yang secara teks asalnya bermasalah.
Pada asalnya bible berbahasa hebrew untuk pernjanjian lama, greek untuk perjanjian baru. Sedangkan nabi isa sendiri berbicara dengan bahasa aramaik. Kitab suci in dilanda issu originally. Bahkan sampai saat ini tidak ada satupun menguasai bahasa hebrew, satu-satunya bahasa yagn serumpun dengan hebrew hanyalah bahasa arab yang dikekalkan oleh alqur’an. Maka kemudian mereka menghadirkan metoodologi untuk kajian ini. Jadi wajar saja ketiak kitab bible ditelanjangi dnegna metodelogi kontemporer yang tidak lain sebagai asli kalam tuhan melainkan sebagai karya.
Muhammad arkoun sedikit banyak dipengaruhi oleh latarbelakang budaya eropa yang cenderung liberal, mengadopsi dan kemudian diaplikasikan depada teks alqur’an dengan metodologi kajian historis, sosiologis, antropologis, epistimologi alqur’an dikaji dari berbagai sejarahnya dan mnegatakan relaitas sebenarnya adalah historitas dengan merajuk pada awal pembentukan teks. Argumen mengandung standar ganda untuk tidak mengatkan bahwa laqur’an bukan lagi sebgai bahasa asli yang berasal dari Tuhan. Kajian ini juga dapat ditemukan ketika menghadirkan semiologi dlam rangka untuk melegitimasi pencarian teks alsi, dengan mengatkan teks asli malainkan teks kedua dari bahasa lisan dan bahasa lisanlah yangmerupakan teks asli.
Dari pemahaman tersebut diatas metodologi ini sengaja dibuat untuk memperkuat argumentasi pertama dengan mengatakan bahwa metodologi ini adalah ilmiah –rasional yang mejadi proses metodologi cenderung melihat masalah dari sudut pandang rasional. Pendekatan sudut pandang penilaian semata-mata dari manusia bisa saja di hadapkan ia baik belum tentu dihadapan Tuhan baik juga. Subyektifitas mencoba diobjektifkan .
Metode ilmiah hal yang bisa dijadikan rujukan adlah bahasa tulisan bukan bahasa lisan untuk membuktikan kebenaran kajian ilmiah dan tidka lagi bisa disebut kontradiksi yagn ada dalalm kajian ilmiah ini kerapkali tejaid pada tataran ilmiah. Begitu juga yagn tejradi pada metode semiologi, anggapan ini sudah menyalahi prosedural dan perlu didestruksi terhadap semiotika kontemporer dalam kajian bahasa.
*Penulis adalah Santri PP. Annuqayah Latee Guluk-guluk Sumenep Madura, sekaligus Mahasiswa STIK-Annuqayah Konsentrasi pada Jurusan Mumalah.
0 komentar:
Posting Komentar